Perselingkuhan yang menyakitkan, penipuan dalam bisnis, dan kekalahan telak dalam sebuah kompetisi tentu merupakan peristiwa menyesakkan yang membuat Anda menjadi trauma. Memang, tidak mudah untuk bisa move on dan melanjutkan hidup dari peristiwa yang menyebabkan trauma. Namun, kehidupan harus terus berjalan, dengan atau tanpa peristiwa masa lalu, dan kita semua harus bisa bangkit kembali untuk move on.
Pada prinsipnya, move on berarti menerima masa lalu dan menyadari bahwa masa lalu tidak bisa diubah, sama halnya dengan masa depan yang tidak pernah bisa diprediksi. “Masa lalu sudah berlalu, masa depan belum terjadi. Yang kita punya adalah hari ini. Jadi, fokuslah pada masa ini,” ujar Erin Mutiara Naland, M.Psi, Psikolog dari FAME Consultant.
Hal senada diungkapkan oleh Estee Fina, M.Psi, Psikolog dari Klinik Pelangi. Menurut Psikolog yang disapa Fina ini, kita perlu menyadari bahwa perasaan akan mengikuti pikiran kita. Misalnya, ingatlah kembali alasan putus hubungan cinta. “Jika kita ditinggal menikah oleh mantan padahal sudah bertahun-tahun pacaran, maka kita harus menyadari bahwa suatu hubungan yang sehat tidak akan terbangun jika tidak ada rasa saling cinta, atau di atas cinta yang bertepuk sebelah tangan”, tandas Fina. “Justru, melalui kejadian tersebut, kita dapat mengambil hikmah. Sudah terujilah sejauh apa cinta dari pasangan yang ternyata lebih memilih orang lain dibanding diri kita,” lanjut Fina.
Kemampuan seseorang untuk move on, menurut Erin dipengaruhi oleh keyakinan bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar sepengetahuan Tuhan Yang Maha Kuasa. “Saat kita melihat bahwa ada sesuatu yang baik yang dapat dipelajari dari peristiwa tersebut, maka itu dapat membantu kita untuk menerimanya (peristiwa),” jelas Erin. Mereka yang sulit berdamai dengan masa lalu dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya peristiwa traumatis yang cukup berat. Akibatnya, individu tersebut merasa tertekan, pemarah, dan mudah cemas karena senantiasa merasa tidak aman.
Dalam hal ini, dibutuhkan kedewasaan untuk menerima bahwa hal ini adalah bagian dari perjalanan hidup. Pemahaman ini penting agar Anda tidak terjebak bayang-bayang masa lalu. Tak kalah penting adalah peran keluarga dan pergaulan sebagai social support. Jika ada seseorang yang mengalami trauma, namun lingkungannya bisa memberikan rasa nyaman dan aman, maka dia akan lebih mudah menerima dan melanjutkan kehidupan.
Sebaliknya, jika lingkungan tidak mendukung, dia akan kesulitan menerima masa lalu yang traumatis dan akan menjadi semakin tertutup. Padahal, semakin dia tidak mau terbuka, semakin membekas pula traumanya, dan dia akan semakin sulit untuk move on. “Penerimaan yang terjadi pada dirinya akan terbantu dengan dukungan sosial berupa penerimaan orang-orang disekitarnya,” tegas Erin.
Persoalan sulit move on bisa mencakup berbagai aspek kehidupan, dari kegagalan cinta hingga bisnis. Mari kita lihat tantangan move on yang terkait dengan urusan asmara. Kesulitan move on bisa terjadi jika kegagalan dalam menjalin hubungan berdampak pada kehilangan kepercayaan diri bahwa Anda bisa bangkit dan membangun hubungan baru. “Jika kita sudah cukup dewasa untuk memulai suatu hubungan serius dan menuju pernikahan, tentu hal ini menjadi penting karena hubungan berpacaran sedikit banyak menunjukkan gambaran mengenai pasangan yang dinikahi kelak,” jelas Erin.
Terkait hubungan asmara yang membuat galau, Erin menyarankan agar kita mengambil waktu untuk pelan-pelan memikirkan atau merenungkan kembali tanpa intervensi dari pasangan mengenai hubungan tersebut. “Renungkan kembali, apa tujuan yang ingin kita capai dalam hidup. Apakah dengan hidup bersamanya saya dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan positif, atau sebaliknya,” ujar Erin.
Tanyakan juga pada diri Anda, bagaimana pasangan dapat membantu Anda mencapai tujuan hidup, dan apakah Anda bisa membantu pasangan mencapai tujuan hidup. Terdengar serius, namun pernikahan memang sangat serius dan berkonsekuensi panjang bagi hidup.
Move On bukan berarti melupakan, melainkan menerima dan melanjutkan hidup. “Orang yang masih hidup di masa lalu tidak bisa menerima peristiwa tersebut. Dia masih sibuk stalking mantannya dan membicarakannya terus. Padahal, masih banyak hal baik dari dirinya yang bisa dikembangkan”, tegas Erin.
Bersamaan dengan itu, Fina menyoroti bahwa ada juga yang sulit move on karena ketakutan tidak akan mendapatkan pasangan lagi di masa depan. Ini adalah ketakutan yang tidak beralasan sepanjang Anda bersedia membuka diri terhadap hubungan baru. “Pengalaman pahit dengan pasangan sebelumnya dapat dijadikan pembelajaran mengenai bagaimana kita memilih pasangan dengan lebih tepat, namun hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menutup diri terhadap pria atau wanita lain”, pesan Fina.
Itu sebabnya, agar Anda mengalihkan perhatian dan kesibukan kepada hal-hal dan orang lain yang selama ini terlupakan semasa sibuk dengan pasangan. “Misalnya, keluarga atau sahabat-sahabat lama yang lupa kita sapa. Atau, menambah aktivitas baru yang menyenangkan dan rewarding, seperti berolahraga, travelling dan mengenal orang-orang baru, atau mencoba resep baru,” saran Fina.
Setelah itu, tetapkan tujuan-tujuan baru dalam studi atau dalam pekerjaan. Contoh, targetkan untuk meraih nilai A dalam mata kuliah yang kurang disukai atau mendapatkan klien baru. “Sebisa mungkin, hindari mengurung diri di kamar dan meratap berkepanjangan. Hal itu sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak membuat kita move on,” tegas Fina.
Tak kalah penting adalah menyadari bahwa setiap hal yang pernah terjadi sebelumnya adalah bagian dari pembentukan diri menjadi pribadi yang lebih tangguh dan lebih baik. “Dengan demikian, kita dapat ikhlas menerima atau berdamai dengan masa lalu dan perlahan bisa bangkit dan menyongsong masa depan. Jangan lupa untuk berdoa pada Tuhan agar memberikan yang terbaik pada kita,” pesan Fina.
Erin menyebutkan indikator keberhasilan seseorang yang sudah move on antara lain jika tidak teringat lagi peristiwa yang membawa dampak buruk pada dirinya. Juga tidak lagi merasa deg-deg an, cemas atau panik. “Saat Anda sudah bisa mengingat kegagalan tapi tanpa disertai reaksi negatif, bahkan bisa menjadikannya bahan candaan dan menertawakan, maka itu salah satu tanda bahwa Anda sudan bisa move on,” jelas Erin.
Pandanglah kegagalan atau peristiwa menyakitkan tersebut ibarat luka saat terjatuh. “Luka yang masih baru jika disentuh sedikit saja tentu rasa sakitnya luar biasa, tapi kalau sudah kering dan lama berlalu, tidak akan sakit lagi,” ujar Erin. “Meski bekasnya masih ada, namun sudah tidak meninggalkan rasa perih.” Begitu pula dengan peristiwa yang menyakitkan. Setelah beberapa waktu, maka “luka”-nya tidak akan terasa seburuk ketika baru saja terjadi. “Jadikan masa lalu sebagai pelajaran hidup yang baik agar kita lebih mudah untuk move on, bangkit, dan melanjutkan hidup,” demikian Erin menutup pembicaraan.
Comment