Skakmat Politik: Rocky Gerung & Pandji Bedah Negeri – Dalam artikel kali ini tim Adlex.id mengulas Podcast “Skakmat” yang menyajikan diskusi tajam dan memancing pemikiran, kali ini mempertemukan dua figur publik dengan latar belakang dan gaya analisis yang berbeda namun sama-sama kritis: Rocky Gerung dan Pandji Pragiwaksono. Dalam episode ini, mereka mengupas berbagai isu krusial seputar politik Indonesia, dari definisi “negara gagal” hingga manuver politik terkini dan dampaknya pada masyarakat.
Profil Dua Pemikir Kritis
Sebelum menyelami diskusi mereka, mari kenali lebih dekat kedua sosok ini dalam kancah politik Indonesia:

- Rocky Gerung: Dikenal sebagai seorang filsuf, akademisi, dan pengamat politik yang kontroversial. Rocky Gerung adalah mantan dosen filsafat di Universitas Indonesia dan salah satu pendiri Setara Institute. Ia kerap melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah dengan gaya bahasa yang filosofis, lugas, dan seringkali provokatif. Pemikirannya seringkali menyoroti kelemahan demokrasi, oligarki, dan standar moral dalam bernegara. Kehadirannya di berbagai forum diskusi dan media sosial selalu menarik perhatian, menjadikannya suara oposisi yang signifikan.
- Pandji Pragiwaksono: Memulai kariernya sebagai penyiar radio, komika, aktor, dan penulis, Pandji Pragiwaksono kini juga dikenal sebagai seorang komentator sosial dan politik yang vokal. Melalui stand-up comedy dan berbagai platform digitalnya, Pandji seringkali menyuarakan kritik terhadap kebijakan publik dan fenomena politik dengan gaya yang cerdas, satir, namun tetap mengena. Ia memiliki kemampuan unik untuk menyederhanakan isu-isu kompleks menjadi tontonan yang mudah dicerna, sekaligus memprovokasi audiens untuk berpikir kritis.

Baca Juga : Tarif Ojol Tersembunyi : Adian Napitupulu Ngamuk di DPR
Ulasan Podcast “Skakmat”: Mengurai Benang Kusut Politik
Diskusi antara Rocky Gerung dan Pandji Pragiwaksono dalam “Skakmat” berlangsung dinamis, seringkali menggunakan analogi permainan catur sebagai metafora strategi politik. Beberapa poin kunci yang mereka bahas meliputi:
- Definisi “Negara Gagal” ala Rocky Gerung: Rocky Gerung mengartikan “negara gagal” bukan sekadar kehilangan wilayah, melainkan ketidakmampuan negara dalam mengantisipasi situasi ekonomi, mengelola krisis (menandakan minimnya kepemimpinan sejati), dan memastikan kebijakan pemerintah menguntungkan mayoritas rakyat, khususnya dalam penciptaan lapangan kerja. Ia membandingkan negara kaya sumber daya alam namun miskin sumber daya manusia dengan negara miskin sumber daya alam namun kaya sumber daya manusia, dan menyimpulkan bahwa Indonesia masih bergulat dengan keduanya. Ini adalah salah satu inti pemikirannya tentang negara gagal.
- Kebijakan Ekonomi Populis Prabowo: Rocky Gerung mengamati bahwa pemerintahan Prabowo tampaknya mencoba menghidupkan kembali sistem ekonomi sosialis dengan fokus pada kebijakan populis seperti makan siang gratis dan ketahanan pangan. Meskipun bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, ia mempertanyakan efisiensi dan sumber pendanaan kebijakan-kebijakan ini, terutama jika melalui utang, karena program konsumtif tidak menghasilkan keuntungan untuk membayar kembali pinjaman.
- Kekhawatiran terhadap Danatare: Isu Danatare, perusahaan pengelola dividen BUMN, menjadi perhatian serius Rocky Gerung. Ia khawatir akan potensi dana besar yang terlibat dan risiko menjadi entitas “terlalu besar untuk gagal” (too big to fail). Ia bahkan mengisyaratkan kemungkinan penggunaan tabungan masyarakat di bank-bank BUMN untuk Danatare tanpa persetujuan eksplisit, jika dividen tidak mencukupi, yang berpotensi menimbulkan risiko besar.
- Perbandingan Prabowo vs. Jokowi: Rocky Gerung melihat Prabowo lebih berani mengambil risiko dan mempersiapkan mitigasi, berbeda dengan Jokowi yang dianggapnya kurang memahami risiko dan menganggap anggaran negara tak terbatas. Ia mengkritik proyek infrastruktur Jokowi yang berorientasi jangka panjang namun seringkali gagal karena kurangnya prinsip manajemen dasar. Rocky juga menilai Prabowo sedang mencoba menjauhkan diri dari bayang-bayang Jokowi, terlihat dari potensi penghentian proyek IKN dan penghapusan sekutu Jokowi dari posisi kunci.
- “Republik Ketakutan” dan Oligarki: Rocky Gerung menggambarkan Indonesia sebagai “republik ketakutan” yang diliputi kecemasan sosial dan anomi. Meskipun belum sepenuhnya “negara gagal” dalam arti tidak dapat pulih, ia memperingatkan bahwa Indonesia berada di ambang negara gagal akibat keserakahan oligarki dan kerusakan lingkungan.
- Warisan Jokowi dan Masa Depan Politik Gibran: Rocky Gerung berpendapat bahwa dampak terburuk Jokowi adalah “merusak demokrasi” dan “mematikan partai politik” yang mendukungnya. Ia percaya manuver politik Jokowi terkait Gibran dan Kaesang didorong oleh keinginan untuk mengamankan masa depan politik keluarganya dan melindungi dirinya sendiri. Ia bahkan secara humoris menyebut tindakan Jokowi terhadap anak-anaknya melanggar “undang-undang perlindungan anak” karena memaksa mereka ke peran politik dewasa.
- “Pencitraan” Jokowi: Rocky Gerung mengklaim bahwa seluruh karier politik Jokowi dibangun di atas “pencitraan”, yang ia sebut sebagai “kebohongan yang dipercepat”. Ia mengutip laporan Bank Dunia tentang dua dari tiga orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan sebagai bukti kegagalan warisan Jokowi.
- Kritik terhadap Populisme Kang Dedi Mulyadi: Rocky Gerung juga mengkritik Kang Dedi Mulyadi atas taktik “pencitraan” serupa dan ide-ide populisnya, seperti mengirim anak “nakal” ke barak militer atau memulai sekolah pukul 6 pagi. Ia menganggap ide-ide ini “konyol” dan menunjukkan kurangnya pemahaman pedagogis.
- Komunikasi Publik Prabowo dan “Blunder”: Pandji menyoroti “blunder” komunikasi publik Prabowo (misalnya, jam tangan Rolex mahal, pernyataan tentang koruptor). Rocky Gerung menganggap insiden Rolex sebagai “keunikan” pribadi dan pernyataan koruptor sebagai “gimmick” yang tidak serius, meyakini Prabowo akan serius mengusut korupsi nikel dan sawit.
Diskusi ini memberikan gambaran komprehensif tentang perspektif Rocky Gerung dan Pandji Pragiwaksono terhadap dinamika politik Indonesia saat ini, menyoroti tantangan, kritik, dan harapan mereka untuk masa depan. Podcast ini adalah tontonan wajib bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam seluk-beluk negara gagal dan arah politik bangsa.
Comment